• Skip to primary navigation
  • Skip to content
  • Skip to primary sidebar

Fatihul Ulum

Tulisan Lebih Utama Daripada Lisan

  • Home
  • Privacy Policy
  • Contact
  • Public
  • Thoughts
  • Sekolah
  • Kuliah
You are here: Home / Public / Reklamasi Jakarta (2): Mengapa Harus Membangun di Laut?

Reklamasi Jakarta (2): Mengapa Harus Membangun di Laut?

September 20, 2016 oleh Syaiful Bachri Leave a Comment

Setelah melihat fakta reklamasi teluk Jakarta di tingkat pemerintah pusat, berikutnya kita tinjau dari sisi Pemerintah Provinsi DKI. Reklamasi di teluk Jakarta sudah resmi dimulai sejak dikeluarkannya Keppres. nomor 52 Tahun 1995, masa-masa dimana Presiden Soeharto di ujung kekuasaannya.

Keppres No. 52/1995 pada saat itu memang dapat dikatakan “tidak laku”. Para pengusaha tidak mau melirik bisnis ini karena tidak feasible. Mengapa? Karena harga dan ketersediaan tanah pada saat itu di Jakarta masih mencukupi.

Harga Tanah Meroket

Tahun 1995 harga rumah dan tanah di Bodetabek tipe 45/100 masih di kisaran 20 juta-an dibayar tunai. Menjual pulau masih belum terpikirkan saat itu. Namun hanya dalam jangka 15 tahun-an harga tanah dan bangunan dengan tipe yang sama sudah mencapai angka di atas 750 juta-an. Sungguh kenaikan yang luar biasa.

Saat ini harga tanah termahal di Jakarta, seperti yang dapat dilihat di portal Jakarta Smart City, adalah di kawasan SCBD Sudirman yaitu 236 juta/meter persegi. Analogi kasarnya apabila kita hendak membuat 1 tempat sampah di kawasan tersebut maka uang yang harus disiapkan sekitar 236 juta.

Harga Tanah di Jakarta

Kenaikan harga tanah di Jakarta sudah di luar batas kewajaran. Sangat sulit menemukan lahan kosong yang cukup luas untuk dijadikan fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasum dan fasos). Ketika Jokowi-Ahok hendak membenahi kota Jakarta seringkali kendalanya adalah masalah lahan, baik karena warga menolak untuk pindah ataupun harga yang terlalu mahal.

Untuk meredam kenaikan harga tanah di Jakarta, sejak tahun 2014 pemprov DKI menaikkan NJOP agar spekulan dan investor tanah tidak terlalu menguasai tanah. Banyak yang mencaci-maki Ahok saat itu karena kebijakan kenaikan NJOP ini.

Mereka yang memiliki tanah dan bangunan senilai di atas 1 miliar maka beban pembayaran PBB-nya naik lebih dari 100%. Sedangkan untuk warga yang hanya memiliki tanah dan bangunan kurang dari 1 miliar bebas dari pungutan PBB. Dalam kebijakan ini dapat dilihat bahwa Jokowi-Ahok berpihak kepada warga menengah ke bawah. Namun kenaikan NJOP ini hanya meredam sedikit kenaikan harga tanah di Jakarta karena memang pada dasarnya kebutuhan dan ketersediaannya sudah tidak berimbang.

Banjir Belanda tahun 1953
 

Harga akan menjadi makin tidak terkontrol jika tanahnya sudah tidak ada lagi. Menyikapi hal ini Ahok melakukan berbagai cara agar konsep kota modern dapat terwujud di DKI. Kota modern ideal itu adalah dimana warga kelas menengah ke bawah diperkecil biaya mobilisasinya (transportasi). Mereka disediakan rumah di tengah kota. Perumahan-perumahan vertikal sudah harus dibangun agar penggunaan lahan dapat diminimalisir. Oleh sebab itu Jokowi-Ahok fokus di rumah susun (rusun).

Selain masyarakat menengah ke bawah yang diurus oleh Ahok, kelas menengah ke atas juga harus diakomodir olehnya. Pelebaran lahan ke area Bodetabek tidak efektif. Saat warga kelas menengah ke atas bermukim di Bekasi, Depok dan Tangerang maka setiap jam sibuk lalu lintas ke Jakarta menjadi horor. Susahnya mereka yang tinggal di Bodetabek pihak Pemprov-nya juga susah diajak kerjasama. Sepertinya masih ada ego sektoral dan gengsi tidak mau diatur Pemprov lain.

Reklamasi Sebagai Solusi

Wilayah Jakarta saat ini yang tersisa hanya tinggal laut. Konsesi 17 pulau yang dulunya tidak laku pun mulai dilirik untuk dikembangkan. Bagaimana mengupayakan lahan baru di Jakarta agar lebih terjangkau untuk warga DKI sekaligus mencegah terulangnya dijadikan spekulasi.

Lahan hasil reklamasi di Jakarta hanya diberikan status HPL (hak pengelolaan) sehingga harga tanah menjadi terkontrol (non-bankable). Kisaran harga tanah di lahan reklamasi Jakarta berkisar antara 27 – 35 juta/meter persegi. Untuk kalangan menengah ke atas masih terjangkau buat dijadikan pemukiman. Dengan status HPL maka tanah-tanah di lahan reklamasi tetap menjadi milik negara. Konsesi diberikan kepada pengembang semata karena keterbatasan dana.

Bicara soal anggaran, pelaksanaan reklamasi teluk Jakarta ini pun banyak menguntungkan warga Jakarta secara umum. Yaitu lewat kontribusi tambahan. Kita masih ingat serapan anggaran pemprov DKI terkecil se-Indonesia. Pada tahun 2015 hanya 19.39% namun anehnya warga DKI umumnya merasa puas.

Hanya dengan 19% serapan anggaran Jakarta terlihat seperti kota baru yang sedang giat membangun. Dimana-mana proyek Pemda dikerjakan. Darimana anggarannya? Sementara di daerah-daerah lain yang memiliki serapan anggaran di atas 50% warganya banyak yang marah karena jalanan rusak atau fasilitas lain yang terbengkalai.

Ahok paham bahwa dengan cara kepemimpinannya yang seperti ini dia akan banyak dijegal oleh orang-orang yang selama ini menikmati “hasil” permainan APBD. Dia tidak marah atau sekadar menyesali telah diperlakukan aneh oleh Kemendagri hingga DPRD ketika mempersulit APBD sehingga berakibat molornya pembahasan dari tenggat waktu yang ditentukan.

Membangun Tanpa APBD

Mereka menganggap jika Ahok dikunci di APBD dia tidak akan bisa berbuat banyak. Program dan proyek-proyek tidak bakal berjalan. Akibatnya warga akan mengeluh. Namun ternyata Ahok menemukan solusi pendanaan yang aman dan bebas dari potensi dikorupsi musuh-musuhnya dengan cara meminta kontribusi tambahan kepada pengembang. Ahok memperkirakan dana yang akan diterima Pemprov DKI dari penegakan aturan dan kontribusi tambahan pengembang bisa mencapai 400 triliun.

Sementara dana APBD DKI hanya 70 triliun. Itupun banyak dipotong untuk belanja rutin. Ini sangat kecil bila dibandingkan uang hasil kontribusi sebesar 400 triliun. Dana tersebut diterima secara bertahap dan sebagian kecil sudah digunakan untuk kepentingan publik. Nah di sinilah anomali kenapa warga DKI tetap merasa puas.

Ahok seringkali mengatakan,

Gue ini bukan gubernur. Gue adalah Direktur Utama PT. Provinsi DKI Jakarta.

Dia mengelola dana secara profesional. Ternyata diketahui potensi uang yang bisa diperoleh sekian ratus triliun. Lantas ke mana potensi-potensi pendapatan seperti ini pada era sebelumnya?

Secara kasar, perhitungan kontribusi tambahan yang 15% ini bisa diuraikan sbb.:

= 15% x 5.000 ha x 30.000.000 per meter persegi
= 15% x 50.000.000 x 30.000.000
= 15% x 1.500.000.000.000.000
= 225.000.000.000.000
= 225 Triliun

Belum lagi dari Koefisien Luas Bangunan (KLB) pengembang. Maka tak heran apabila membangun rusun warga bagi gubernur DKI sekarang seperti belanja ke pasar.

Jadi kalau sampai hari ini banyak orang yang benci dengan kebijakan Ahok atas kontribusi tambahan ini, mungkin mereka adalah pihak-pihak yang khawatir tidak bisa lagi menikmati uang itu. Jalan layang Semanggi yang sekarang sedang dibangun pun menggunakan dana-dana ini. Tentu tidak bijak mempersulit hajat hidup orang banyak seperti ini.

Mereka memfitnah bahwa gubernur DKI berpihak kepada pengembang. Padahal secara langsung Ahok mengarahkan mereka untuk berbuat baik kepada negara. Ini yang ditemukan di Pemprov DKI soal reklamasi Jakarta. Keuntungan sosial, budaya, ekonomi hingga demografi banyak dirasakan warga. Dasar hukum jelas, perencanaan matang, dan kegunaan yang langsung dirasakan dengan adanya reklamasi teluk Jakarta.

 

Sumber: disusun dari tweets @kurawa.

Filed Under: Public Tagged With: #ahok, #reklamasi, jakarta, PulauG

Tentang Saya

As a math teacher at poor-but-loved school, Fatihul Ulum, he always eager to learn something new (to him, possibly ancient to others).
Love to play sudoku (the easiest level, of course), drink coffee, and play with his little daughter.

Reader Interactions

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Primary Sidebar

Topic

#ahok #anies #bank #ekonomi #finance #keluarga #puisi #reklamasi #service #syair #terjemah #tokoh amerika beasiswa kuliah di inggris biaya kuliah di inggris curhat Download VHD UNBK Terbaru engineer family FinTech OJK FinTech Startups housekeeping ISIS islam Jadwal UNBK 2018 jakarta jokowi kerja kuliah kuliah di luar negeri law manajemen pejabat pemilu pengalaman kuliah di inggris pilgub pilkada POS Indonesia prabowo presiden PulauG Pulau G UNBK 2017/2018 VHD UNBK 2018 wahabi

5 Artikel Terbaru

  • Jadwal SIMULASI-2 dan SIMULASI-3 UNBK 2018 Untuk SMK, SMA, dan SMP
  • Oxford atau Cambridge, Mana Universitas di Inggris Yang Lebih Baik?
  • Panduan Singkat Kuliah S2 di Inggris
  • Download File VHD UNBK 2018 Terbaru [Fast Speed]
  • Download File VHD UNBK Simulasi ke-2

Arsip

  • Februari 2018 (1)
  • Januari 2018 (1)
  • Desember 2017 (1)
  • November 2017 (3)
  • Oktober 2017 (1)
  • April 2017 (3)
  • Februari 2017 (2)
  • November 2016 (1)
  • Oktober 2016 (2)
  • September 2016 (4)
  • Juli 2016 (3)
  • Desember 2015 (1)
  • Oktober 2015 (1)
  • April 2015 (1)
  • Februari 2015 (1)
  • Desember 2014 (1)
  • November 2014 (1)
  • September 2014 (1)
  • Juli 2014 (1)
  • Juni 2014 (1)
  • facebook
  • google+
  • twitter

copyright © 2018